Mesir termasuk Negara arab yang memiliki peranan penting dan berpengaruh terhadap perkembangan situasi di Timur Tengah, khususnya yang berkaitan dengan usaha penyelesaian sengketa Arab-Israel yang berintikan masalah Palestina. Peran Mesir tersebut diwujudkan dengan cara berkabung dengan beberapa organisasi internasional, seperti liga arab (LA), Organisasi Konferensi Islam (OKI), Organisasi Persatuan Afrika (OPA), dan Gerakan Non-Blok (GNB). Mesir juga termasuk salah satu pemerkasa lahirnya organisasi-organisasi internasional tersebut. Menjadi anggota beberapa organisasi internasional membuat Mesir dapat berperang aktif dalam berbagai urusan yang melibatkan kepentingan Negara-negara anggotanya.
Berikut ini adalah perkembangan politik luar negeri dan hubungan internasional Mesir pada masa pasca revolusi 1952 yang dibedakan dalam 3 zaman kepemimpinan, yaitu:
1. Periode Nasser
Setelah Nasser berkuasa, dia berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan AS. Salah satu harapannya adalah mendapat peluang untuk membeli persenjataan bagi modernisasi tentara Mesir untuk menggantikan persenjataan yang sudah sangat usang. Namun, harapan itu tidak terpenuhi, karena AS hanya mau memenuhinya jika mesir mau bergabung dengan blok anti komunis dibawah pimpinan AS.
Sejak saat itu,
Dalam rangka pembangunan dunia Arab yang bersatu,
Kejayaan Nasser mengalami kemunduran akibat kekalahan Mesir dalam perang 6 hari (1967) yang berakibat didudukinya wilayah Mesir (Semenanjung Sinai) oleh
2. Periode Sadat
Anwar Sadat diangkat menjadi Presiden sebagai pengganti
Pada bulan Oktober 1973, Sadat melancarkan serangan terhadap
3. Periode Mubarak
Selama 6 tahun menjabat sebagai wakil Presiden, Husni Mubarak terkenal sebagai pendukung penuh kebijaksanaan politik Sadat, termasuk pelaksanaan politik luar negerinya dan khususnya usaha Sadat untuk mengakhiri berlarutnya masa “No war, No peace” dengan Israel.
Pada awal masa jabatannya, Mubarak lebih mencurahkan perhatian pada usaha memperbaiki perekonomian dalam negerinya dengan jalan melanjutkan kebijaksanaan pintu terbuka yang sudah dirintis oleh Sadat. Perbaikan aparatur birokrasi menjadi prioritas utama, khususnya untuk menciptakan iklim yang baik bagi penanaman modal asing. Dalam usaha perbaikan perekonomiannya, Mubarak menerima bantuan Ekonomi dan Keuangan yang cukup besar dari AS, antara lain pemutihan hutangnya. Sadat mewariskan kepada Mubarak untuk memimpin Mesir yang terisolasi dari dunia Arab dan terpuruk perekonomiannya, karena dibekukannya bantuan keungan yang selama ini diterima dari sumber Arab. Hal ini membuat Mubarak terpaksa berpaling kepada AS sebagai sumber bantuan utama, inipun sampai batas waktu tertentu yang mengikat Mubarak dalam pelaksanaan politik luar negerinya, terutama mengenai konflik Arab-Israel.
Salah satu usaha Mubarak yang tampak berjalan mulus adalah usahanya untuk memperbaiki hubungan Mesir dengan Uni Soviet yang merenggang sejak dipulangkannya kembali penasihat militer Uni Soviet dari Mesir. Dengan ditingkatkannya pertukaran kunjungan pejabat tinggi antara kedua Negara itu, akhirnya hubungan Mesir-Uni Soviet pulih kembali, walapun tidak seakrab sebelum perang Oktober 1973. Usaha Mubarak untuk mengembalikan keseimbangan hubungan Mesir dengan AS, dan Uni Soviet tampaknya cukup berhasil. Selain itu, Mesir juga meningkatkan hubungannya dengan Negara-negara anggota OPA dan OKI.
Berbagai peristiwa penting di wilayah Timur Tengah ternyata memudahkan Mesir untuk memulihkan citranya sebagai aktor politik yang tidak bisa diabaikan perannya. Mubarak melanjutkan dukungan Mesir terhadap Irak dalam perang Irak-Iran (1980-1988). Inplasi
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri Mesir banyak dipengaruhi oleh berbagai peristiwa yang berkembang sekitar konflik Arab-Israel. Konflik Arab-Israel dengan masalah Palestina sebagai intinya memang sangat rumit dan tidak jarang membawa akibat timbulnya konflik antara Negara Arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar